Buruh NTB Desak Kenaikan Upah Minimum 2026 8,5% – 10,5% dan Penetapan UMSK Sektoral

Mataram – Serikat buruh di Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menguatkan suaranya. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN NTB) sekaligus Pimpinan Daerah KSPI NTB, Lalu Wira Sakti, menegaskan bahwa perjuangan buruh NTB kali ini fokus pada dua hal: kenaikan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5%–10,5% dan percepatan penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) bagi sektor unggulan di NTB.

 

Menurutnya, langkah tersebut selaras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 yang mengamanatkan bahwa kenaikan upah minimum harus memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentu, serta kebutuhan hidup layak (KHL).

 

“MK juga menegaskan, UMSK wajib diberikan untuk buruh di sektor tertentu yang nilainya di atas UMP/UMK. Di NTB, ini penting karena sektor pariwisata, konstruksi, dan pertambangan memiliki nilai tambah jauh di atas rata-rata,” kata Wira Sakti dalam rilis resminya, Selasa (27/8/2025).

 

Usulan Kenaikan Upah Minimum 2026

Berdasarkan kajian Litbang KSPI, indikator ekonomi yang menjadi acuan adalah:

– Inflasi (Okt 2024–Sept 2025): ±3,23%

– Pertumbuhan ekonomi: ±5,1%–5,2%

– Indeks tertentu: ±1,0–1,4

Dengan kombinasi tersebut, usulan kenaikan UMP/UMK tahun 2026 berada pada kisaran 8,5%–10,5%.

Adapun untuk sektor unggulan NTB yang memiliki pertambahan nilai (value added) tambahan sebesar 0,5%–5%, usulan kenaikan UMSK 2026 dipatok di kisaran (8,5%–10,5%) + (0,5%–5%), bergantung pada sektor masing-masing.

“Kami mendesak Pemerintah Provinsi NTB agar penetapan UMP/UMK dan UMSK 2026 dilakukan paling lambat 30 Oktober 2025, dengan rapat Dewan Pengupahan dimulai sejak 25 Agustus 2025,” tegasnya.

 

Enam Tuntutan Nasional Buruh

Selain tuntutan lokal terkait upah minimum, DPD SPN NTB dan KSPI NTB juga menyuarakan enam agenda nasional buruh yang menjadi prioritas:

1. Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM).

2. Stop PHK, bentuk Satgas PHK.

3. Reformasi Pajak Perburuhan: Naikkan PTKP menjadi Rp7,5 juta/bulan, hapus pajak pesangon, pajak THR, pajak JHT, dan diskriminasi pajak bagi perempuan menikah.

4. Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibuslaw.

5. Sahkan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi.

6. Revisi RUU Pemilu 2029 dengan desain sistem pemilu yang lebih adil.

 

“NTB Jangan Hanya Untungkan Investor”

Wira Sakti mengingatkan bahwa NTB kini berada pada fase pertumbuhan ekonomi pesat dengan geliat pariwisata, proyek infrastruktur, dan aktivitas pertambangan besar. Namun, ia menilai pertumbuhan tersebut tidak boleh hanya menguntungkan investor.

“Sudah selayaknya kesejahteraan buruh di NTB naik seiring pertumbuhan ekonomi daerah. Jangan sampai NTB berkembang hanya untuk investor, sementara buruhnya tetap hidup dengan upah murah,” pungkasnya.

DPD SPN NTB bersama KSPI NTB berkomitmen terus mengawal tuntutan ini melalui jalur resmi Dewan Pengupahan maupun aksi damai serta kampanye publik di media.

Bagikan: